Sampai saat ini saya jauh lebih suka membaca daripada
menulis, membaca apa saja, karena sekarang jaman media sosial, ya kebanyakan
baca media sosial tertutama twitter karena dibandingkan media sosial yang lain
di twitter lebih banyak ilmu bertebaran. Padahal saat ini banyak sekali media
tempat kita menuliskan apapun kejadian dan perasaan yang kita alami. Saya sebenarnya
ga kudet-kudet amat, saya punya akun sebagian media sosial seperti facebook, twitter,
Path, kaskus, instagram, de el el, tapiiii ya kebanyakan disana saya hanya
sebagai silent reader. ^_^
Membaca itu asik, seperti jadi pendengar yang baik, walaupun
sesekali saya merespon dengan memberi komentar, retweet dan sebagainya. Update status
juga kadang saya perlu berpikir 3-5x dulu sebelum posting. Karena apa? Karena saya
selalu ingat kalimat yang pernah saya baca, (lupa dimana) inti kalimatnya gini “media
sosial merekam, dan menjadi bagian dari sejarah” maka dari itu saya mikir aja,
takut ntar saya salah ngomong, 3, 5, 10 tahun lagi kalimat yang pernah saya
ucapkan malah jadi boomerang, mana tau 10-20 tahun lagi saya jadi calon
walikota :D
Sampai beberapa saat lalu sa ya bertemu dengan seorang ibu (saya
lupa namanya) kita berkenalan di travel dalam perjalanan Surabaya-Malang. Ternyata
ibu tadi seorang mahasiswa program S3 di Universitas Brawijaya. kita banyak
ngobrol, dari masalah kerjaan, kampus sampai bicarain negara. Pas sampai di Malang
ibu itu berpesan supaya ide-ide, pandangan dan gagasan saya tentang apapun
sebaiknya dituangkan dalam sebuah tulisan. Maka dari itu saya akan mulai
mencoba untuk menulis, walaupun memang dua hal ini sebaiknya sejalan, tapi masih
sampai saat ini membaca jauh lebih lezat rasanya daripada menulis.